Dreams comes true at Big Bad Wolf Booksale Jakarta 2016
Selamat berjumpa lagi dengan tulisan blog saya yang usang ini. Kali ini saya akan mencoba posting mengenai pengalaman saya di salah satu event buku terbesar yang pernah saya hadiri. Sebelumnya saya akan bercerita sedikit tentang pengaruh buku, pengalaman, dan cara pandang saya terhadap buku. Buku, mungkin merupakan salah satu penemuan paling tinggi di dunia ini. Tanpa buku transfer ilmu pengetahuan tidak akan pernah terjadi. Sejak ribuan tahun yang lalu, buku selalu menjadi primadona bagi mereka yang memiliki intelegensi lebih diantara kaum nya. Buku, bisa jadi mukjizat atau berkah Tuhan yang paling agung bagi umat manusia.
Cukup rasanya membeberkan keagungan buku, saya akan bercerita sedikit pengalaman saya dengan buku, yang kemudian membentuk cara pandang tersendiri akan buku. Sejak kecil, saya cukup senang membaca, dan rutin membeli buku, walau buku yang saya maksud hanyalah komik detektif conan. Pada masa itu kemampuan ekonomi keluarga yang sangat terbatas membuat saya lebih banyak menahan diri dan cukup besyukur bisa membeli komik conan setiap bulan. Menginjak SMA, saya sudah cukup larut dalam kegiatan membaca buku, salah satu buku favourite saya adalah catatan seorang pejuang karya Soe Hoek Gie yang saya beli namun bersampul Nicholas Saputra. Ya, saya membeli nya karena sangat terinspirasi dari film karya Mira Lesmana yang memang dibintangi Nicholas Saputra dan kemudian dibuat menjadi sampul buku cetakan terbaru Gie saat itu. Masa SMA itu pula saya mulai mencari tahu sedikit demi sedikit tentang sejarah, buku-buku yang saya beli pun bukan lagi komik melainkan lebih ke historical-socio-politic khususnya isu-isu seputar 65 di Indonesia. Tapi, perlu digarisbawahi kegiatan belanja buku masih jauh dibawah belanja musik (pada saat itu format kaset dan cd) , mungkin 3 bulan sekali saya baru membeli buku, namun saya pastikan pada saat itu saya membaca buku sebulan dua kali, di toko buku, tanpa membeli. Haha. Oh pada masa SMA itu saya juga mengkoleksi majalah. Buat saya (sampai saat ini) majalah adalah salah satu medium informasi yang amat sangat menarik. Bisa kerja di Majalah ada cita-cita saya hingga saat ini, majalah, bukan koran, bukan juga situs berita di Internet. Koleksi majalah "indie" saya boleh dibilang mengagumkan. Masih saya simpan hingga saat ini.
Menginjak bangku kuliah, saya berhasil masuk ke jurusan Hubungan Internasional di UNPAD. Nah mungkin inilah titik terbawah saya dalam memandang buku. Jujur, saya agak shock saat pertama kali masuk HI UNPAD dan diwajibkan untuk membaca buku-buku penunjang perkuliahan nya. Masuk HI sudah jadi cita-cita saya sejak awal SMA namun saya tidak mengira akan diwajibkan untuk menguasai teori sebegitu banyak. Ya, buku penunjang perkuliahan HI Unpad itu bisa dibilang agak gila. Mungkin sebagian besar siswa HI UNPAD tidak akan melupakan betapa mata kuliah pengantar ilmu politik, pengantar ilmu hubungan internasional I & II menjadi momok yang cukup menakutkan, setidaknya untuk periode 2006-2016, tebal buku penunjang nya mungkin cukup untuk membuat kepala gegar otak bila tertimpa buku itu dari lantai 2 suatu gedung. Sekedar gambaran buku-buku yang menakutkan itu setebal hampir 5cm dan full advanced english (advanced harus ditekankan karena untuk bisa memahami isi nya, kamus biasa atau bahkan google translate aja belum cukup), pada saat itu fotokopi kayaknya masih sekitar 100 rupiah dan untuk mengcopy buku itu butuh uang hampir 100rb. Metode perkuliahan nya juga cukup berat (buat saya waktu itu sih beraaaattt gilaaa), bahkan ada satu masa dimana saya wajib membuat resume individu dari buku setebal 35 halaman untuk dipresentasikan dalam 'jam tambahan' yang disebut tutorial yang berisi sekitar 30 mahasiswa dan satu tutor. Di masa ini kehidupan agak kacau, apalagi saya tidak tinggal di lingkungan kampus. Capek nya berkali lipat. Dan jujur saya sederetan hal ini membuat saya sedikit trauma, eh mungkin bukan trauma, tapi muak melihat buku. Mungkin selama 4 tahun saya tidak membeli buku, bahkan hampir setiap hari saya mampir menghabiskan waktu di perpustakaan batoe api di sekitaran kampus, kenal baik dengan semua penghuni nya, tapi tidak pernah menjadi anggota perpustakaan. Ya, saya sudah terlalu muak dengan buku pada saat itu. Perkembangan teknologi juga lagi sangat pesat, jadi saya memilih membaca social media dan majalah/koran tapi tidak untuk buku.
Memasuki akhir perkuliahan khususnya pada masa skripsi saya yang menghabiskan waktu hampir 3 tahun karena sempat gagal total dan memulai dari awal lagi saya mulai sedikit demi sedikit membeli dan membaca buku secara khusus lagi. Di momen ini saya sadar bahwa memang buku sebenarnya hanya media, dan yang terpenting adalah keinginan membaca nya. Bukan buku yang membuat orang menjadi pintar, atau mengerti banyak hal, namun keinginan dan proses membaca nya lah yang paling penting. Membaca lewat media apapun, bukan hanya buku, tapi apapun bahkan membaca perilaku dan tanda-tanda alam adalah hal-hal yang membuat kita sebagai manusia menjadi makhluk yang paling sempurna. Setelah lulus dari HI unpad, saya mulai belanja buku lagi. Kebanyakan buku-buku ringan dan tidak terlalu tebal, novel-novel, dan beberapa tentang tokoh-tokoh besar. Harga buku yang semakin melambung tinggi membuat saya mengalami fase membeli buku bajakan. Memalukan memang tapi saya melakukan nya karena terpaksa, karena kalian para pengusaha buku besar yang tamak kurang mau berusaha keras untuk menekan harga buku agar bisa terjangkau bagi semua kalangan. Saya juga semakin sering membaca di media internet, mulai dari artikel, berita, sampai pada web-web jurnal dan juga web-web penyedia file sharing ilegal yang menyediakan download gratis epub atau pdf buku-buku super mahal di toko buku. Saya bahkan mendapatkan hampir semua karya Murakami dari sini. Namun memang metode membaca lewat buku masih jadi yang ternyaman dibanding melalui layar monitor.
Demikian pengantar yang cukup panjang tentang saya dan buku, lalu kita akan masuk ke inti dari tulisan kali ini, yaitu event buku yang sangat besar bejudul "Big Bad Wolf Book Sale". Awalnya saya tau tentang event ini dari twitter dan path, beberapa teman saya memposting event ini dan membagikan foto ketika mereka hadir. Bertempat di ICE BSD, suatu tempat yang sangat besar di kota Tangerang yang cukup jauh dari Jakarta namun cukup dekat dari tempat tinggal saya. Hahahaaa. Memang dalam lima tahun ini saya jadi sering bersyukur tinggal di Tangerang Selatan. Singkat kata saya akhirnya hadir di event ini bersama kekasih hati yang juga sedang punya miinat baca yang cukup tinggi akhir-akhir ini. Sempat antri saat masuk, sempat pesimis kalau event ini akan sama dengan event buku lain yang menurut saya cuma jadi ajang "diskon buku sampah yang gak laku", saya pun mampir ke satu meja dan cuma bisa teriak dalam hati: ANJEEEEEEENNNGGGG. Asli, inilah surga dunia kecil yang saya impikan sejak pertama kali saya suka membaca buku. Apalagi ketika saya meghampiri meja dengan ketgori "Music" dan menemukan beberapa buku tentang Pink Floyd, band yang paling saya idolakan dan sudah puluhan tahun rasa nya saya menahan diri karena tidak mampu membeli satupun buku tentang nya karena ribet, dan terlalu mahal buat saya. Semuanya ada, dan murah, sangat murah bahkan. Buku yang saya hafal berbandrol 580.000 di toko buku import dihargai cuma 155.000 disini. Saya pun kalap, khilaf, dan hilang kendali langsung memasukkan semua buku Pink Floyd yang ada di meja ke keranjang saya. Saya langsung sadar mungkin saya akan menghabiskan lebih dari satu juta rupiah di tempat indah ini. Selama 4 jam lalu saya dan pacar habiskan disana (1 jam untuk antri) dan menghabiskan sekitar 19 buku dengan hanya 1,3jt rupiah. Angka yang amat sangat murah karena buku yang dibeli semua import dan mayoritas buku hardcover yang bagus dan berat. Mungkin jika mengikuti harga normal, 1,3 jt hanya cukup untuk 3 buku saja.
Ada cerita kecil yang cukup mengharukan juga buat saya, selain impian yang terwujud untuk memiliki buku-buku hardcover musik yang amat mahal setiap ke toko buku, ada satu lagi impian saya yang akhirnya terwujud berkat event Big Bad Wolf ini. Yaitu membelikan ayah saya buku tentang wine yang bagus dan berkualitas. Jujur, sejak kuliah saya amat sangat ingin membelikan ayah saya buku import tentang wine, ia sudah punya cukup banyak karena memang ia adalah seorang Sommelier, namun tetap saja saya ingin sekali membelikan nya buku-buku yang ia belum punya. Buku-buku itu tidak sulit dicari, banyak di toko buku biasa, namun harga nya selalu diatas 350ribu. Bahkan pernah saya lihat ensiklopedi mencapai 780ribu. Pernah suatu waktu saya menemukan buku-buku sale di salah satu tempat les bahasa inggris, di ulang tahun nya saya menghadiahkan buku bekas tersebut ke ayah saya, saya masih ingat raut wajah agak kecewa karena ia tau kalo itu buku sudah out of date dan kondisi nya tidak terlalu bagus. Miris rasanya hati saya saat itu, dan ketika saya datang ke Big Bad Wolf ini, saya bertekad untuk kembali di hari terakhir spesial hanya untuk membelikan buku-buku wine untuk ayah saya. Alhasil di hari terakhir saya kembali kesana, dan menghabiskan 1,3juta lagi untuk 10 buku, 8 diantaranya buku wine, yang ternyata masih cukup mahal (sekitar 200rb an). Dan ketika tengah malam ia pulang dari pekerjaan nya, ia langsung sumringah, semangat, dan berterimakasih atas buku-buku yang saya berikan. Sungguh momen indah yang mungkin saya sulit lupakan. Akhirnya saya bisa memberikan buku wine yang bagus dan pantas buat ayah saya.
Berikut adalah foto-foto yang saya ambil dari internet dan yang sempat saya abadikan saat kesana.
Dan kira-kira inilah belanjaan saya, total 29 buku, 2,6 juta rupiah.Mungkin tidak se-untung dan setebal belanjaan kebanyakan orang, tapi kira-kira inilah buku-buku yang saya sudah impikan sejak lama. Beberapa masih belum terbeli seperti buku-buku politik dan bisnis internasional, tapi itu bisa dikesampingkan dahulu karena buku-buku musik (terutama Pink Floyd) inilah yang saya sudah incar dari dulu. Sayang buku Storm Thorgeson nggak muncul. Semoga dilain waktu Big Bad Wolf bisa menghadirkan nya. Amin :)
Andrew Yap bersama istrinya, Jacqueline Ng adalah orang dibalik Big Bad Wolf Book Sale, merintis usaha penjualan buku murah sejak 2006 di Petaling Jaya, Malaysia, yang semula diberi nama BookXcess. Nama Big Bad Wolf menjadi nama komersial ajang penjualan buku yang dijual BookXcess. Suami-istri ini memutuskan untuk terjun di dunia bisnis buku murah tersebut karena melihat rendahnya minat baca warga Malaysia. Nama Big Bad Wolf menggunakan tema di dalam cerita dongeng si kecil pemakai tudung merah (Little Red Riding Hood) dengan menjadikan serigala
di dalam kisah itu, iaitu Big Bad Wolf, datang 'menyerang' dan
'menculik' buku-buku di luar negara dan kemudian singgah di Malaysia.
Oleh kerana buku-buku itu 'diculik', ia dijual dengan harga murah. Selngkapnya tentang Big Bad Wolf bisa dibaca disini dan disini
Saya harus salut dan berterimakasih banyak untuk Andrew Yap, Jacqueline Ng dan seluruh orang dibalik Big Bad Wolf yang akhirnya memutuskan untuk singgah di Jakarta, Indonesia. Negara dimana minat baca buku masih amat rendah, dan harga buku melambung tinggi apalagi buku import tidak terjangkau masyarakat bahkan kelas menengah sekalipun. Event ini sukses mengembalikan kembali rasa cinta saya akan buku. Hampir setiap hari sejak hadir di event Big Bad Wolf saya kembali membaca buku, dan untuk pertama kali nya dalam hidup, impian saya memiliki buku-buku import hard cover khususnya tentang musik terwujudkan. Event ini patut diacungi jempol dan dilestarkan. Semoga selalu ada jalan bagi Big Bad Wolf memberikan buku-buku terbaik nya dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat Indonesia. Semoga ini bisa rutin diadakan disini. Dan yang pasti, orang-orang dibelakang ini semua selalu diberi berkah dan kebahagiaan yang lebih daripada sekedar mencari keuntungan berupa uang. Semoga investor, penerbit, orang-orang super kaya yang dermawan, hingga masyarakat menengah dan juga biasa bisa terus bersinergi mendukung event yang penuh manfaat ini. Buku adalah kunci untuk kehidupan, dan membaca adalah jalan menuju kebijaksanaan, ilmu tertinggi yang pernah diciptakan yang olehnya kita dapat diselamatkan.
Sampai jumpa lagi, Serigala tua yang nakal, semoga bisa secepatnya bertemu kembali. Ciao!
Komentar
Posting Komentar